Thursday, October 11, 2012

Pengalaman Memperpanjang SIM di Mall

Gerai SIM Gandaria City, Jakarta Selatan.
Surat Izin Mengemudi (SIM) saya, A dan C, masa berlakunya berakhir sejak 25 Juli 2012 lalu. Dan baru Rabu kemaren, 10 Oktober 2012, saya sempat memperpanjangnya. Perpanjangan SIM di DKI Jakarta hanya mensyaratkan pemohon untuk membawa SIM lama asli dan KTP DKI Jakarta. Walaupun KTP saya beralamat Jakarta Timur, saya bisa di Jakarta Selatan memperpanjangnya.

Panjang SIM saya 8,4 cm, tinggi 5,5 cm. Tapi bukan fisik kartunya yang saya perpanjang. Jadi ukuran SIM tidak berubah dan tidak perlu treatment pijat urut ke Emak siapapun.

Saya memperpanjang SIM, masa berlakunya yang saya perpanjang, di Gerai SIM & SAMSAT Gandaria City lantai 1. Gandaria City ini bukanlah sebuah nama kota, melainkan nama sebuah mall besar di Kota Jakarta Selatan. Entah kenapa, dewasa ini developer suka menggunakan kata 'City' penamaan mall. Dulu aja udah cukup parah dengan menggunakan kata 'Town' sebagai merek mall.

Sejak mall tersebut dibangun, jalan di depannya, Jl. Sultan Iskandar Muda, jadi lebih aman khususnya pada sore hari. Setelah jam kantor, semua kendaraan yang melintasinya sekarang bergerak lebih pelan dibanding sebelum adanya mall tersebut.

Proses perpanjangan SIM cukup cepat. Disana terdapat dua konter (counter), di kiri konter pelayanan pajak STNK tahunan, di kanan konter pelayanan perpanjangan SIM. Jika ingin memperpanjang SIM, ke konter manakah saya harus menuju?


Kamu benar! Aku harus ke konter yang kanan. Terima kasih. Aku tidak dapat melakukannya tanpa bantuan kalian.

Petugas di tempat itu kemudian meminta kedua SIM saya, KTP, beserta fotokopi ketiganya. Karena tidak membawa fotokopiannya, saya diminta memfotokopinya melalui petugas di meja dekat pintu.

Layanan fotokopi di tempat itu cukup mewah. Dengan mesin printer + scanner, saya dikenakan biaya fotokopi 2 SIM dan 1 KTP - di atas selembar kertas - sebesar Rp 3.000. Artinya Rp 1.000/dokumen, lebih mahal dibanding fotokopi di pusat layanan cetak Sesuatu 'of America'. Mungkin karena di mall mewah, fotokopinya juga mewah, walaupun kertasnya sama sekali tidak mewah.

Ketiga kartu identas bersama fotokopinya kemudian saya serahkan kepada petugas konter SIM. Saya kemudian diserahi sebuah formulir. Tapi saya hanya diminta menuliskan nomor telepon dan tanda tangan. Sepertinya sisa kosong formulir diisikan oleh petugas tersebut berdasarkan data KTP.

"Pekerjaan seniman? Seniman apa nih?", tanya petugas itu, setelah membaca data pekerjaan saya yang tertera di KTP.

"Seniman visual," jawab saya setelah berfikir beberapa saat. Dia tampak sedikit berfikir juga dengan jawaban saya.

Saya pun sempat bingung dengan pertanyaan dia karena ketidakfokusan saya di bidang seni. Sebenarnya lebih tepat kalau saya jawab sebagai seorang kreatif. Tapi pekerjaan 'kreatif' tidak ada dalam daftar pekerjaan saat pembuatan KTP. Dan saya yakin jawaban kedua ini akan lebih dipertanyakan lagi.

"Sudah, Pak. Silahkan duduk, tunggu dipanggil," kata petugas itu setelah formulir saya tandatangani.

Di luar gerai terlihat tidak sampai sepuluh orang sedang menunggu dipanggil. Mungkin karena di hari kerja dan sudah lewat jam 14.00 sehingga hanya sedikit yang antri. Saya pun memanfaatkan waktu dengan memoto sana-sini buat blog ini, instagram dan tumblr.

Para pengantri satu per satu masuk ke dalam gerai setelah namanya dipanggil oleh petugas. Dari pengeras suara terdengar dua sumber panggilan, suara perempuan dari Gerai SAMSAT, dan suara laki-laki dari Gerai SIM.
Hanya perlu menunggu sebentar.

"Bapak Mohammad Fajrul Hidayat!", panggil petugas dari Gerai SIM. Hebat juga dia, bisa tahu nama depan saya 'Mohammad'. Padahal di KTP saya hanya tertulis "MOH" sebagai nama depan.

Setelah masuk ke dalam gerai, saya kemudian difoto, scan sidik jempol kanan, dan diminta tanda tangan. Hal itu saya lakukan dua kali karena untuk dua macam SIM yang saya miliki.

"Sudah, Pak! Biaya satu SIM seratus lima puluh ribu (rupiah)," jelas petugas mengakhiri silaturrahim 5 menit itu.

"Jadinya tiga ratus ribu (rupiah) ya, Pak?", tanya saya bangga, menunjukkan kemampuan berhitung cepat tanpa kalkulator.

"Ya!" jawabnya singkat tak acuh. Dia tampaknya sama sekali tidak terkesima dengan kemampuan matematika saya. Bahkan wajahnya biasa aja saat menyerahkan kedua SIM baru saya.

Setelah menyerahkan formulir dan kartu SIM lama, pemohon hanya perlu duduk, foto, scan sidik jari jempol kanan dan bayar Rp150.000, diluar biaya pelapis anti gores.
Entah untuk biaya apa saja Rp 150.000 itu. Yang jelas saya juga menerima Kartu Asuransi Kecelakaan Diri Pengemudi (AKDP) yang berlaku lima tahun. AKDP tersebut dikenakan premi sekali bayar Rp30.000, yang menurut suatu sumber hampir tidak ada manfaatnya. Tapi perusahaan asuransinya untung besar karena penerima manfaat bakal malas mengklaim ketika membaca persyaratannya. Bayangkan. Jika terjadi kecelakaan dan harus dirawat di rumah sakit, pemegang polis hanya akan dapat santunan Rp 200.000. Sedangkan ongkos untuk mengurus klaimnya bisa habis berapa? Tapi... ya sudahlah.

Setelah menerima dua kartu SIM plus dua kartu AKDP, saya dipersilahkan menuju meja depan untuk melapisi SIM saya dengan lapisan anti gores. Tujuannya, katanya, agar foto pada SIM tidak rusak. Lapisan anti gores ini tidak lain adalah plastik laminating dingin (dengan lem yang tidak perlu dipanaskan) yang biasa saya gunakan untuk cetakan buku hard cover jika diproduksi sedikit.

Untuk pelapis 'anti gores' ini dikenakan biaya Rp5.000... untuk satu sisi kartu! Jadi untuk kedua sisi kartu, dikenakan biaya Rp10.000. Padahal yang saya tahu di Pasar Pagi Mangga Dua harganya tidak sampai Rp5.000 untuk ukuran A3+. Sebenarnya saya bisa saja menolak. Tapi... ya sudahlah.
Informasi syarat perpanjangan SIM A dan C di DKI Jakarta, Jam Kerja Gerai SIM & STNK, dan biaya Pelapis Anti Gores.
Semua proses yang saya ceritakan di atas memakan waktu kurang dari satu jam. Pelayanan yang cepat, tidak ribet, tidak perlu tes kesehatan. Semoga di masa mendatang bisa lebih baik lagi, misalnya, asuransinya betulan asuransi. Kesimpulannya... bisa dibaca pada posting berikutnya.

No comments:

Post a Comment